13 Feb 2009

KIAT PRAKTIS HIDUP BERMAKNA






ASSALAMU ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH


Semoga kita semua tergolong Hamba yang Taat Semata-mata untuk Mengabdi kepada-Nya demi Mendapat Kebahagiaan Dunia-Akhirat, Insya Allah
  • Kiat Menaklukkan Siasat Syetan

Dalam Qs. 24 : 21 Allah swt berfiman “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, Maka Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. sekiranya tidaklah Karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kalian, niscaya tak seorangpun dari kalian bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”

Seperti diketahui bahwa musuh klasik dan laten manusia yang selalu menghadangnya mencapai kesucian jiwa adalah makhluk yang bernama syetan. Ditegaskan dalam alqur’an “sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”, di ayat lain disebutkan ” Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebagian besar diantara manusia, maka apakah kamu tidak memikirkannya “?. Karena itu, jangan menganggap enteng permusuhan dengan syetan. Dan agar kita dapat terhindar dari perangkap syetan, maka mau tidak mau kita harus mengenali secara mendalam berbagai jurus siasat yang dilancarkan syetan dalam menjerumuskan mausia .

Ibnu Qoyyim Jauziyah menjelaskan berbagai siasat yang digunakan syetan guna menyesatkan manusia, antara lain :

Siasat pertama : Syetan menawarkan kepada manusia kekufuran, mengajak manusia menolak agama, mengingkari Tuhan, para Rasul dan Alqur’an, syetan memprovokasi kita dengan mengatakan “Manusia bisa maju dan mencapai kebebasannya bila meninggalkan agama, Barat bisa maju dan modern karena mereka berani melepaskan diri dari ikatan agama, menurut syetan agama hanyalah produk manusia primitif yang memasung kretivitas akal manusia, dan kitab suci agama tidak lebih dari sekedar dongeng para penghayal yang tidak sanggup menghadapi realitas hidup.

Akibat provokasi ini, lalu aturan Tuhan dianggap kolot dan aturan syetan dianggap modern. Manusia yang taat beragama dianggap tidak gaul, sementara yang biasa mabok dan berbuat mesum dianggap modern, pakaian jubah dan jilbab dianggap fundamentalis sementara pakaian mini, yang mempertontonkan aurat dianggap maju. Yang taat pada orang tua dianggap kampungan, sementara yang durhaka pada orang tua dianggap modern.

Seorang pemuda merasa hebat bila dalam semalam berhasil mengencani tiga gadis sekaligus, sementara seorang pemudi merasa bangga bila dirinya tidak perawan lagi. Dengan bangga mereka katakan nih, gue anak gaul. Ini perangkap syetan tingkat dasar, digunakan kepada orang-orang bodoh, atau pada manusia yang sudah menjadi syetan sebelum digoda syetan.

Siasat kedua. Bila siasat pertama gagal, syetan merancang siasat kedua, yakni Anda boleh meyakini Allah, Rasul dan kitab suci, tetapi juga boleh melakukan maksiat dan kemungkaran. Bagai lalat, kebaikan mau dan kejelekan juga mau. Sekali waktu rajin ke tempat pengajian tapi sekali waktu rajin juga ke tempat pelacuran. Fasih membaca qur’an tapi fasih juga memfitnah, khusu’ sholat di masjid, tapi khusu’ juga mencuri sandal setelah turun dari masjid. Giat ibadahnya dan giat juga korupsinya. Oke mengabdi pada Tuhan dan oke juga mengabdi pada Syetan.

Siasat ketiga Bila siasat kedua gagal, syetan menerapkan siasat ketiga, yakni menyeret kita pada dosa besar dengan tahapan-tahapan yang sangat halus, untuk sampai pada korupsi, terlebih dahulu diawali dengan memalsu anggaran, memanipulasi angka-angka, belajar memotong hak orang lain 1 kg beras, lalu 1 kw, terus 1 ton, terakhir sak pabriknya.

Demikian juga untuk sampai pada zina, anda disuguhi kenyamanan berduaan dengan yang bukan muhrim, lalu ngobrol kesana kemari, lalu sentuhan-sentuhan kecil, pacaran ditempat sepi, lalu mulai berani berciuman, bergerilya diseputar bagian-bagian sensitif, baru terakhir tembak sasaran utama. Demikian seterusnya.

Siasat keempat. Bila dosa besar tidak berhasil, siasat keempat siap dilancarkan, yakni anda dijebak dengan dosa-dosa kecil. Syetan membisikkan ditelinga anda bahwa berbuat dosa itu manusiawi, tidak ada manusia yang tidak berdosa, karenanya Allah menyediakan sarana taubat. Padahal dalam sebuah hadits ditegaskan “Janganlah kalian meremehkan dosa kecil sebab dosa besar itu pasti bermula dari dosa kecil, Dan bagi Islam dosa yang paling besar itu adalah dosa yang dianggap kecil oleh pelakunya”.

Siasat kelima, ini sudah termasuk canggih, bila tawaran dosa kecil gagal, selanjutnya anda ditawari oleh syetan ibadah yang utama tapi dilalaikan dari hal-hal yang lebih utama. Sholat sunnat adalah utama, bila anda sibuk sholat sunnat berjam jam, lalu anda melalaikan masalah-masalah sosial disekitar anda, anda mengabaikan orang yang butuh bantuan anda, maka anda termasuk yang terjabak dalam tipu daya syetan.

Berangkat umroh adalah utama, tapi jika anda melalaikan orang-orang yang kelaparan disekitar anda, maka anda termasuk melaksanakan hal yang utama tetapi meninggalkan yang lebih utama. Mengeluarkan dana besar untuk acara pengajian akbar adalah utama, tetapi bila anda melalaikan banyak saudara anda yang terpaksa melacurkan diri, menjual iman dan agamanya untuk sesuap nasi, maka anda termasuk yang terperangkap dalam siasat ini.

Siasat keenam adalah adalah jurus pamungkas yang biasa digunakan syetan untuk menghadapi sosok berlevel mumpuni.

Ketika semua siasat gagal membuahkan hasil, syetan mengeluarkan jurus pamungkasnya, yakni mengacaukan tata hati lewat riya’ dan ujub yang sangat halus dan terselubung pada nuktah-nuktah hati orang yang menjadi target sasarannya.

Dilukiskan suatu hari seorang shaleh duduk bersama Nabi Isa, tiba-tiba seorang pencuri nimbrung bersama mereka, dalam hati si pencuri terbesit, jika aku duduk bersama mereka, mungkin Tuhan akan mengampuniku. Disisi lain, si shaleh melihat si pencuri duduk disampingnya, mengomel dalam hati. Ia tak ingin mengotori tubuhnya dengan ketularan penjahat itu. Tiba-tiba Tuhan berkata, kepada Nabi Isa, katakanlah kepada orang shaleh dan pencuri itu, bahwa Aku telah menghapus catatan perbuatan mereka berdua dan mereka harus mulai dari nol lagi. Pahala si shaleh telah Kuhapus karena kecongkakannya, dan dosa si pencuri telah Kuhapus karena rasa ketulusan dan penyesalannya.

Demikian beberapa siasat syetan yang mesti kenali, agar kita tidak mudah terperangkap olehnya, dan bila mungkin kita dapat menaklukkannya


  • Kiat Menjadi Haji Mabrur

Bila dibanding dengan ibadah lainnya dalam Islam, ibadah haji bisa dibilang sebagai ibadah yang berat, sebab ia melibatkan seluruh kemampuan yang dimiliki seseorang, mulai perjuangan, pengorbanan, keikhlasan, fikiran, hati, tenaga, harta, waktu, dsb, karena itu ia ditempatkan sebagai rukun Islam yang terakhir, sebagai penyempurna kemusliman seseorang. Maka itu tidak heran bila Rasul saw menegaskan “Barang siapa berhajji ke Baitulloh lalu tiada berbuat buruk dan tidak berbuat fasik, maka keluarlah dia dari semua dosanya seperti hari dia dilahirkan oleh ibunya”.

Disebut sebagai penyempurna kemusliman seseorang, karena haji merupakan gerakan hijratun nafs “Warruj’a fahjur” yakni gerakan hijrah dari kebatilan menuju kebaikan, maka pasca haji, yang bersangkutan betul-betul menjadikan dirinya lebih baik dari sebelumnya dalam semua aspeknya. Inilah yang disebut haji mabrur, yakni haji yang pelaksanaannya tidak dinodai oleh dosa, sehingga maqbul (diterima) oleh Allah swt dan pelakukanya menjadi lebih baik dari sebelumnya, baik dari sisi kesholehan spiritual lebih-lebih dari sisi kesholehan sosial, bagi yang semacam ini tiada lain balasannya kecuali sorga.

Rasululloh saw bersabda “Orang orang yang berhaji adalah rombongan Tuhan dan para peziarahNya. Jika mereka meminta, Tuhan akan mengabulkan nya, jika mereka mohon ampun, Tuhan akan mengampuninya, Jika mereka berdoa, Tuhan akan mengabulkannya dan jika mereka meminta syafaat, metreka akan diberi syafaat “

Namun demikian untuk memperoleh haji mabrur bukanlah sesuatu yang mudah, diperlukan usaha sungguh-sungguh untuk tidak sekedar memahami formalitas ibadah tersebut, tetapi juga menguasai pesan moral dan makna bathinnya.

Ja’far Shodiq ra, ketika memberikan nesehat kepada pada jamaah haji mengatakan :

  1. Jika anda berangkat haji, kosongkan hatimu dari segala urusan dunia dan hadapkanlah dirimu sepenuhnya pada Allah Swt, bertawakkallah kepadaNya dalam setiap gerak dan diammu, jangan andalkan bekalmu, kekuatanmu, dan kekayaanmu, karena sesungguhnya tidak ada kekuatan kecuali atas pertolongan Allah.
  2. Tatkala saat ini seseorang di panggil Allah untuk mengahadapNya menunaikan ibadah haji, sadarlah bahwa suatu saat dirinya akan dipanggil kembali menghadap Allah untuk mempertanggung jawabkan amanah dari hidupnya selama di dunia, peristiwa seperti ini disebut pulang ke rahmatulloh (Mati), maka persiapkanlah dirimu seakan akan anda tidak akan kembali lagi ke rumah dan keluargamu.
  3. Ketika mengenakan baju ihram dari sehelai kain putih, sadarlah bahwa dalam kematian hanya kain semacam itu yang akan kita bawa menghadap Allah. Kekayaan, ketenaran, jabatan, keluarga dan semacamnya hanya mengantarkan sampai di pekuburan saja. Karena itu tanggalkan seluruh pakaian seperti itu dan gantilah dengan pakaian ketaatan, keikhlasan. kesucian, kejujuran, kerendahan hati, pengabdian dan kekhusu’an.
  4. Ketika menuju rumah Allah (baitullah) dan memasuki masjidil haram, mengajarkan agar dalam hidup ini kita bertekad untuk menanggalkan rumah rumah yang selalu mengungkung kita menuju rumah Allah dengan cara menghormati hak hak orang lain dan membuat aman orang lain dari lisan atau tangan kita, sebab menurut Rasululloh saw “man kana dahulahu aamina” (siapa yang yang memasuki masjidil haram, maka ia aman}
  5. Ketika anda tawaf, sadarlah bahwa hidup yang benar adalah hidup yang senantiasa mengitari nilai-nilai ilahiyah bukan mengitari hawa nafsu dan pernik pernik duniawi, kita ini dari Allah, hidup bersama Allah dan akan kembali pada Allah.
  6. Ketika melaksnakan sa’i, berjanjilah bahwa anda terus berjihad tak kenal menyerah untuk merapat menuju Allah swt demi memperoleh hidayah dan ridloNya.
  7. Tatkala wukuf di arafah, sadarlah bahwa betapa anda sangat kecil dihadapan kebesaran Allah, betapa anda tidak mempunyai kekuatan apa-apa kecuali atas pertolongan Allah, di arafah tidak ada yang membedakan kedudukan seseorang disisi Allah kecuali kadar keimanan dan ketaqwaan, karena itu tidak ada yang dapat kita andalkan dihadapan Allah selain mengharap pertolonganNya, maka akuilah segala dosa ditempat pengakuan ini (arofah).
  8. Ketika anda keluar dari Mina, anda juga mesti keluar minadzzulumaati ilannur, keluar dari segala kesalahan dan dosamu.
  9. Perbaharuilah perjanjianmu dengan kian mendekatkan diri kepada Allah di Muzdalifah, sembelihlah seluruh kecintaan duniawiyahmu dan nafsu kebinatanganmu ketika anda menyembelih qurban, dan persiapkanlah dirimu untuk bisa berkorban segalanya demi Allah swt.
  10. Lemparkan syahwat, kerendahan dan segala sifat tercelamu bersama dengan anda melempar jumrah, sebab kemulyaan hidup dapat diraih hanya bila anda konsisten melemparkan berbagai sahwat atau keinginan keinginan duniawi dan sifat sifat tercela kita, dan konsisten juga memerangi syetan dalam segala bentuknya.
  11. Cukurlah aib-aibmu lahir dan batin ketika anda mencukur rambutmu dengan cara melakukan taubatan nasuha kepada Allah swt.
  12. Sampaikan kata perpisahan untuk selamanya kepada semua bentuk kemaksiatan ketika anda melakukan tawaf wada’ atau tawaf perpisahan, serta tinggalkan apa saja yang tidak mendekatkanmu kepada Allah ketika anda meninggalkan haramain.

Terdapat beberapa kiat yang mesti dilakukan agar calon jamaah haji berpeluang memperoleh haji mabrur antara lain :

  1. Memutuskan diri dari penghambaan terhadap sesuatu selain Allah.
  2. Menjauhkan diri dari berbagai situasi dan suasana yang dapat melalaikan dirinya dari mengingat Allah.
  3. Mengendalikan seluruh instrumen kemanusiaannya dari hal hal yang dilarang Allah.
  4. Berusaha keras memerangi hawa nafsu yang selalu membujuk dirinya menjauhkan diri dari rahmat Allah.
  5. Menenggelamkan diri dalam samudra dzikir kepada Allah. Sebab dzikir adalah kunci menuju alam ghaib dan lampu alam batin. Tanpa kunci, seseorang tidak akan dapat memasuki rumah, dan tanpa lampu sebuah rumah akan gelap gulita.
  6. Membiasakan puasa dan bangun malam untuk beribadah kepada Allah.

Kiat-kiat ini bukan berarti seorang hujjaj tidak boleh terlibat dalam aktifitas sosial atau tidak boleh hidup normal, melainkan ia harus hidup sedemikian rupa sehingga apapun yang dilakukannya semata mata ditujukan demi Allah semata. Sekalipun perbuatan yang dilakukan nampak bersifat duniawi, tapi sesungguhnya ditujukan untuk kepentingan kehidupan akherat, yakni kehidupan yang lebih tinggi dan lebih jujur ketimbang dunia yang sesaat ini.

Intinya yang paling diperlukan dalam konteks ini adalah kemampuan hijrah dari perhatian dan keterikatan pada materi menuju ketergantungan sepenuhnya kepada


  • Kiat agar didoakan Malaikat

Diceritakan bahwa sebelum mencapai sidratul muntaha, Rasululloh saw mendengar doa para malaikat penjaga arsy yang tak henti-henti mendoakan kaum mu’minin. Peristiwa ini dilukiskan dalam QS . 40 : 7 sebagai berikut :

(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Anda meliputi segala sesuatu, Maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Anda dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala, Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam syurga ‘Adn yang Telah Anda janjikan kepada mereka dan orang-orang yang sholeh di antara bapak-bapak mereka, dan isteri-isteri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Andalah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Berdasarkan ayat diatas, di dunia ini terdapat -minimal- dua kelompok manusia yang selalu didoakan malaikat penjaga arsy agar oleh Allah swt dimasukkan kedalam sorga bersama seluruh keluarganya, orang tuanya, anak istrinya beserta semua keturunannya, mereka adalah :

Pertama : Orang-orang yang kembali bertaubat dan mengikuti Jalan Allah.

Seperti diketahui bahwa pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah) Nabi saw bersabda”Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut yahudi nasrani atau majusi” (Hr. Bukhari Muslim)., Akan tetapi karena manusia juga merupakan mahluk yang lemah, maka dalam perjalanan hidupnya acapkali tidak kuat menahan ajakan nafsu dan syetan yang terus menggodanya, lalu yang bersangkutan terjerembab pada jurang dosa dan mulai bergeser dari posisinya semula yang suci.

Namun ketika ia bertaubat, kembalilah ia pada posisinya semula, maka berbahagialah orang-orang yang ditengah perjalannya segera menyadari kekeliruannya dan secepatnya kembali kepada Tuhannya, Ia tutup lembaran masa lalunya yang kelabu dengan taubatan nasuha, sekaligus merintis orientasi hidup baru yang benar-benar jujur sesuai ajaran Allah.

Alqur’an menyerukan “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya (taubatan nasuhaa). Mudah-mudahan Tuhanmu menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam sorga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”.

Pada ayat lain disebutkan ” Barang siapa yang selalu berbuat kejelekan akan dilipat gandakan adzab untuknya di hari kiamat dan dia kekal dalam adzab itu dalam keadaan yang hina, Kecuali orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal sholeh, maka kejahatan mereka ditutup oleh Allah dengan kebajikan. Dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang. Golongan seperti merekalah yang senantiasa di doakan para malaikat agar dimasukkan ke sorga bersama anggota keluarganya.

Manusia yang bertaubat dari kesalahannya menurut alqur’an bukan saja di doakan para malaikat, melainkan juga dianggap telah mendapatkan kemenangan, sebagaima firmanNya ” Itulah kemenangan yang besar, mereka itu adalah orang orang yang bertaubat, yang beribadah, yang memuji Allah, yang berpuasa, yang rukuk dan sujud yang beramar makruf dan bernahi mungkar serta yang memelihara hukum hukum Allah”. Dalam Qs. 39 : 53 Allah swt menegaskan ” Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Perhatikan, bila kepada para pendosa yang melampaui batas, yang keterlaluan menganiaya dirinya, Allah swt masih memanggilnya dengan panggilan mesra “Yaa Ibadi” (wahai hamba hambaKu), apalagi kepada orang orang yang bukan pendosa, sungguh menakjubkan, Allah memang maha sabar (al shabur), walau dirinya ditentang, dimaksiati, dikhianati, Dia tetap bersikap mesra kepada mereka. Allah memang memiliki sifat marah, tetapi sabarnya jauh melampaui marahnya, Allah bisa saja murka, tetapi maafnya jauh lebih luas dari murkanya.

Kedua, adalah orang orang yang mengisi lembaran hidupnya dengan iman dan Amal Sholeh.

Dalam Qs. 8 : 2 – 3 dikemukanan” Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia”.

Menurut Imam Qusyairy, Iman adalah kata yang terangkai dari huruf Alif, Ya’, Mim dan Nun. Huruf Alif bermakna ijtihad, huruf Ya’ bermakna Yaqin, Mim berarti Maghfirah dan huruf Nun berarti Nur. Artinya seseorang bisa disebut beriman manakala yang bersangkutan memiliki ghiroh mujahadah yang tinggi dan tak kenal henti untuk memperjuangkan kebenaran, kemanusiaan dan keadilan (Ijtihad), memiliki keyakinan yang kokoh bahwa apa yang dikerjakan akan ada nilainya (Yaqin), memiliki sifat pemaaf (Maghfirah), dan seluruh tindakannya dimaksudkan sebagai pencerahan masyarakat yang mengeluarkannya dari kegelapan menuju cahaya, (Nur) .

Dengan keimanan, seseorang akan senantiasa takut kepada Allah dan teguh dalam memegang perinsip agama. Rasululloh Saw bersabda : Semua mata akan menangis pada hari kiamat, kecuali tiga hal : Pertama, mata yang selalu menangis karena takut kepada Allah Swt. Kedua, mata yang dipalingkan dari sesuatu yang diharamkan Allah, Dan ketiga, adalah mata yang tidak tidur untuk urusan agama Allah dan urusan kemanusiaan.

Dalam Alqur’an kata iman selalu digandeng dengan dengan kata amal sholeh, artinya karena iman didefinisikan sebagai “Tasdiqun bi al Qolbi, wa iqrarun bil lisan wa amalun bi al Arqan (Meyakini dengan hati, mengiqrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan), maka ia butuh perwujudan dan realisasi kongkrit berupa amal sholeh, sehingga sejatinya Iman dan amal adalah dua hal yang tidak bisa dipisah satu sama lain.

Ketika Rasulullah ditanya sahabat tentang amal apa yang paling utama, Rasul Saw menjawab : seutama-utama amal kebajikan adalah memasukkan rasa bahagia pada hati orang yang beriman, yaitu melepaskannya dari rasa kelaparan dan membebaskannya dari rasa ketakutan.

Walhasil, karena keberimanan seseorang diukur oleh sejauhmana kemanfaatannya bagi orang lain, maka jika kita ingin didoakan para malaikat arsy, berbuatlah sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, segeralah kembali pada Allah dengan bertaubat, setelah sekian lama melakukan pelanggaran dengan menipu diri sendiri dan menipu orang lain


  • Kiat agar Salat diterima

Dalam sebuah hadits qudsi Allah swt berfirman “Sesungguhnya Aku (Allah) hanya akan menerima sholat orang orang yang merendahkan dirinya karena kebesaranKu, dia tidak sombong dengan mahlukKu yang lain, dia menyayangi orang orang miskin dan menderita, menahan diri dari hawa nafsunya karena Aku, melazimkan hatinya untuk takut kepadaKu, memberi makan pada yang lapar, dan memeberi pakaian bagi yang telanjang, memberi perlindungan bagi orang yang kena musibah dan orang orang yang terasing. Kelak cahaya orang itu akan bersinar seperti cahaya matahari, Aku akan berikan cahaya ketika dia kegelapan, Aku akan berikan ilmu ketika ia tidak tahu, Aku akan lindungi dia dengan kebesaranKu, akan Kusuruh malaiakat untuk menjaganya, jika ia berdoa, Aku akan menjawabnya, kalau dia meminta, Aku akan segera memenuhinya, perumpamaannya di hadapanKu seperti perumpamaan firdaus.

Menurut hadits qudsi diatas, tanda orang yang diterima sholatnya oleh Allah Swt adalah sebagai berikut :

Pertama, Mereka yang datang dengan merendahkan dirinya kepada Allah.

Yang dimaksud dengan merendahkan diri dihadapan Allah swt dalam sholat adalah bahwa kita datang menghadapNya dalam rangka memohon pertolongan bukan untuk bernegosiasi, karena itu kita mesti mengakui segala kekurangan kita, menyadari betapa kita sangat kecil dihadapan kebesaranNya, kita tidak memiliki kekuatan apapun kecuali atas pertolonganNya. Memang sandungan pertama dalam beribadah adalah bangga dengan diri sendiri, karena itu buanglah segala macam kesombongan, ujub dan riya’, lalu serahkan semua urusan dan bertawakkallah secara total kepa Allah swt.

Seseorang yang tidak merendahkan diri dihadapan Allah karena merasa telah banyak beramal, sesungguhnya ia telah meremehkan pemberian Allah, artinya, ia sebenarnya tidak berjalan menuju Allah tetapi berkutat dengan dirinya sendiri, ia tidak mencari ridlo Allah tetapi mengejar ridlo dirinya sendiri.

Kedua, Mereka yang tidak sombong dengan makhluk Allah yang lain.

Dihadapan Allah setiap manusia mempunyai kedudukan yang sama, tidak ada manusia yang lebih suprior atau inferior terhadap manusia lainnya. Demikian juga tidak ada suatu ras, suku, kelompok atau bangsa yang lebih tinggi atau lebih rendah dari ras, suku, kelompok atau bangsa lainnya, semuanya berkedudukan sama dihadapan Allah, yang membedakan mereka hanyalah kadar ketaqwaannya. “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu” (Qs.49 : 13)

Maka jika masih ada diantara kita yang secara kaku menganggap hanya pihaknya yang berhak atas sorga sementara yang lain pasti neraka, yang menganggap hanya tafsir kelompoknya sebagai satu-satunya yang benar dan tafsir kelompok lain salah semua, yang membanggakan dirinya dan menganggap orang lain sebagai rendah, lalu menghalalkan fitnah untuk mendiskriditkan pihak yang tidak sepaham dengan kita, maka berarti sholat kita belum diterima oleh Allah.

Ketiga, Mereka yang menyayangi orang-orang miskin dan menderita.

Menurut Alqur’an, orang yang enggan memberi pertolongan kepada orang-orang miskin kendati mendirikan sholat tetap disebut mendustakan agama dan celaka. Disebutkan ” Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, Dan tidak memberi makan orang miskin. Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang menjadikan sholat sebagai alat berbuat riya, Dan enggan memberi pertolongan kepada orang miskin dengan barang berguna (Qs. 107 : 1-7)

Jadi bila ada orang rajin sholat tetapi tidak pernah memberi makan orang miskin maka sholatnya tidak diterima, demikian juga bila ada orang rajin memberi makan orang miskin tetapi tidak pernah melakukan sholat, maka iapun tidak dihitung sebagai sholat yang diterima. Dalam pandangan Islam, orang yang sholat tetapi sholatnya tidak berdampak positif bagi orang lain, maka ia tidak dihitung sholat kendati melaksanakan sholat.

Keempat, Mereka yang dapat menahan nafsu dari setiap keinginan yang dilarang Allah.

Orang yang betul-betul menegakkan sholat mestinya dapat mengekang dan mengendalikan hawa nasfsunya dari perbuatan yang dilarang Allah, sebab memang salah satu maksud dari mendirikan sholat adalah dalam rangka mencegah yang bersangkutan dari perbuatan keji dan mungkar. sebagaimana disebutkan dalam Qs. 29 : 45 ” Dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar “.

Maka bila seseorang kendati disatu sisi mendirikan sholat, tetapi disisi lain masih tidak berhenti mengkorupsi uang rakyat, melakukan elegal loging, membekingi perjudian dan prostitusi, dan bentuk bentuk perbuatan keji lainnya, maka jelas sholat yang bersangkutan tidak diterima oleh Allah swt. Sholat yang seperti itu bukan sholat yang benar melainkan sholat banyolan, sebab hal yang demikian sama persis dengan orang yang mengharap pahala sambil bermaksiat. Karena itulah dalam sebuah hadits disebutkan ” Kalau sholat seseorang tidak mencegah dirinya dari berbuat keji dan mungkar maka sholatnya tidak menambah sesuatu kecuali hanya akan menjauhkannya dari Allah Swt”.

Kelima. Mereka yang banyak berdzikir kepada Allah Swt.

Salah satu tujuan sholat adalah untuk berdzikir kepada Allah, sebagaimana ditegaskan alqur’an Assholatu lidzikiri. (bersholatlah untuk berdzikir kepadaKu). Berdzikir artinya mengingat Allah, Ketika kita mengingat Allah maka Allah juga akan mengingat kita, sebagaimana janjiNya ” ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku”.

Semakin sering kita mengingat Allah, semakin sering pula Allah mengingat kita (Qs. 62 : 10). Ketika Allah sering mengingat kita, maka Allah akan bersama kita, mencintai kita dan menolong kita, bila Allah telah menjadi penolong kita, maka tidak ada satupun hal yang sulit bagi kita dalam menjalankan kehidupan ini. Sebaliknya orang yang shlolat tetapi tidak berdzikir kepada Allah, berarti ia gagal dalam sholatnya, atau bahkan apa yang dilakukan mereka bukan termasuk sholat kendati mereka bersholat.

Keenam, Mereka yang mempunyai kepekaan dan solidaritas sosial dan kemanusiaan yang tinggi .

Dalam sebuah hadits Rasululloh saw menegaskan : Perumpamaan kaum muslimin dalam hal jalinan kasih sayang, kecintaan dan kesetia kawanan ibarat satu tubuh, bila salah satu anggota tubuhnya sakit, maka yang lainpun ikut juga merasakannya. Mereka Ibarat satu bangunan, yang satu menguatkan yang lainnya. Karena itu benurut beliau, barang siapa diantara kaum muslimin yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin yang lain, maka mereka bukan termasuk golongan umat ku.

Maka bila sering sholat tetapi tidak peka dengan nasib saudaranya yang lain, tidak memiliki solidaritas sosial yang tinggi, maka berarti kita masih tergolong dalam kelompok yang disebut Nabi saw sebagai “akan datang suatu zaman dimana orang berkumpul di masjid untuk sholat berjamaah tetapi tidak satupun diantara mereka yang beriman “dan tidak satupun juga yang dihitung sebagai orang yang menegakkan sholat.

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa sholat yang akan diterima oleh Allah Swt adalah sholat yang tidak saja memberikan keuntungan dan manfaat kepada individu yang melakukannya, tetapi yang lebih penting adalah punya akses dan nilai manfaat sosial kemasyarakatan yang luas.

Kalau kita mampu melakukan itu semua, maka berarti sholat kita telah diterima dan Allah akan melindungi kita dengan kebesaranNya. Perlindungan itu bukan saja dapat diperoleh di akherat kelak, tetapi juga akan didapatkan di dunia ini. Allah Swt berfirman dalam Qs. 41 : 31 “Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta


  • Kiat Memperoleh Syafaat Rasulullah Muhammad Saw.

Adalah obsesi setiap muslim untuk selalu mendapatkan syafaat Nabi Muhammad saw, selalu dekat dengan beliau, diakui sebagai pengikut setianya dan dikumpulkan bersamanya di akherat kelak, dan tidak ada seorangpun diantara kita yang menghendaki jauh dari beliau, sebab sejatinya tidak ada yang dapat kita andalkan dari amal kita dihadapan Allah tanpa syafaat beliau.

Sungguh terlalu banyak dosa dan kelemahan kita dan terlalu sedikit amal sholeh kita untuk dibawa kehadapan Allah swt, maka satu-satunya harapan kita yang masih tersisa untuk memperoleh kehidupan yang baik adalah kasih sayang Allah swt dan syafaat Rasululloh saw. Bahkan saking pentingnya syafaat Rasululloh, disebutkan dalam sebuah hadits ” Doa seseorang masih tertutup hijab sebelum ia mengucapkan sholawat bagi Muhammad saw dan ahlul baitnya”.

Namun demikian, untuk mendapatkan syafaat Rasululloh saw, dibutuhkan beberapa persyaratan antara lain :

Pertama, mencintai beliau secara tulus.

Anas bin malik meriwayatkan sebuah hadits ” Suatu saat seorang arab dusun bertanya kepada Rasululloh saw : ya Rasul, kapankah hari kiamat itu tiba ? Rasul yang mulia balik bertanya : apa gerangan yang telah anda siapkan hingga anda bertanya itu ? Ia menjawab, demi Allah saya tidak mempersiapkan apa-apa kecuali kecintaan saya kepada anda, lalu Rasul saw bersabda “Anta ma’a man ahbabta” (anda akan dikumpulkan bersama orang yang anda cintai). Dalam Alqur’an Allah berfirman ” Katakanlah, Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Muhammad, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Qs. 3 : 31)

Jika seseorang mencintai orang lain, maka nama orang itu akan sering disebutnya, seluruh prilakunya akan ditirunya, ia akan menjalankan apa yang diperintahkan kekasihnya itu dan menjauhi apa yang dilarangnya. Sama dengan orang mencintai bola, maka dia akan mencintai apa saja yang berkaitan dengan bola, dia akan menempel poster bola, membaca segala hal yang berkaitan dengannya dan selalu bersemangat dalam membicarakannya, dia akan mampu bangun tengah malam — meski amat capek — bila tim kesayangannya bertanding, dia berusaha meniru segala modelnya, menganggap penting segala pemberiannya, dan mempertahankannya hingga tetes darah penghabisan.

Demikian juga dengan cinta kepada Rasululloh saw, maka salah satu buktinya adalah bila disebut nama beliau bergetarlah hatinya, bergejolaklah totalitas emosinya karenanya., dan terdorong untuk senantiasa menjalankan apa yang diperintah Rasul serta menjauhi segala sesuatu yang dilarangnya.

Dalam sebuah riwayat disampaikan ‘Manusia yang paling mulia di hari kiamat, adalah mereka yang paling banyak mengucapkan sholawat kepada Muhammad saw”.

Kedua, meneladani sifat, prilaku dan pola hidup beliau.

Semasa hidupnya Rasululloh menampilkan akhlakul karimah, meskipun tidak jarang beliau diganggu, dicemooh difitnah, diteror , diembargo bahkan diancam akan dibunuh oleh para berandalan kafir qurayis. Tetapi Rasul dengan sangat ramah terus mendoakan keselamatan mereka, Ya Allah berilah petunjuk kaumku, mereka bersikap demikian kepadaku karena kebodohan mereka. Rasul senantiasa membalas kejahatan dengan kebaikan.

Selain itu Rasul juga dikenal sebagai sosok yang jujur terpercaya, pola hidupnya sederhana meskipun sebenarnya beliau bisa hidup bergelimang harta bila beliau mau, beliau lebih memilih bergaul dengan mustad’afin dari pada mustadbirin, memilih gaya hidup alit daripada elit, memilih menempuh dukacita dari pada sukaria, Rasul lebih banyak menangis daripada tertawa. Beliau selalu menempatkan ketinggian akhlak diatas yang lain, mendahulukan orang lain dari dirinya sendiri, sikapnya ikhlas dan bersahaja, lebih banyak berbuat daripada berdebat. Itulah sebagian prinsip pola hidup Rasulullah. Dalam sebuah riwayat, Rasululloh berkata kepada Ali bin Abi Tholib “pegang teguhlah prinsip yang aku contohkan padamu meskipun karena itu anda sampai menguyah urat-urat kayu, sehingga anda meninggal dunia dalam keadaan seperti itu” .

Ketiga, melanjutkan misi kerisalahan beliau. Salah satu risalah penting beliau adalah menyempurnakan Akhlak. Ditegaskan dalam hadits “Sesungguhnya Aku tidak diatus kecuali untuk menyempurnakan akhlaq”.

Apakah semua orang Islam dapat secara otomatis akan mendapatkan syafaat Rasul ? Jawabannya, tidak. Bila orang itu masih mengukur orang lain dari aliran fikirnya, bukan dari amal dan akhlaqnya, bila orang itu merasa paling benar sendiri tetapi berakhlak rendah, memperbesar perbedaan tetapi lalai meningkatkan kwalitas pribadinya, mengaku inklusif sambil bersikap eksklusif, memuji-muji Rasul saw tetapi tidak menirunya, maka tentu mereka tidak akan memperoleh syafaat Rasul.

Muthahhari menyebutkan diantara ciri-ciri pengikut Muhammad saw, adalah : (1) Mereka yang berjuang di jalan Allah dan tidak peduli apakah maut menjemput mereka atau mereka menjemput maut. (2) Mereka yang mendahulukan kepentingan orang lain dari kepentingan diri sendiri, mencintai orang lain seperti mencintai diri sendiri. (3) Mereka yang memberikan apa yang dipandang baik dan menahan apa yang dipandang jelek, tidak didapatkan dalam diri mereka prilaku yang dilarang Allah swt. (4) Mereka yang banyak memberikan manfaat pada orang lain, walau dirinya sendiri harus menderita. (5) Mereka yang lebih banyak memberikan uswatun hasanah daripada mau’idatun hasanah. (6) Mereka yang membalas makian dengan doa keselamatan.(7) Mereka yang mengayomi siapa saja terutama orang orang alit, teraniaya dan tertindas. ( 8) Mereka yang prinsip hidupnya tidak bisa ditukar dengan gemerlap duniawiyah. Dan (9) Mereka yang meletakkan ukuwah diatas segalanya.

Maka kalau ingin mendapat syafaat Rasul, seseorang harus banyak memberikan manfaat pada orang lain walau dirinya harus menderita, tidak berhenti mengupayakan persatuan kaum muslimin walau maut taruhannya, terus memperkokoh kometmen dalam berpegang teguh kepada dua pusaka peninggalan beliau dan terus berjuang mempersatukan sesama mu’min dalam akidah, bertoleransi dalam khilafiyah dan berfastabiqul khoirat dalam amaliyah.


  • Kiat Mendapatkan Tiket Surga

Kini saatnya bercermin diri pantaskah kita mengharap syafaat Rasul padahal sedikitpun kita tidak berpegang teguh pada prinsip hidup yang dicontohkan beliau, pantaskan kita mengharapkan sorga Allah padahal kita tak berhenti bermaksiat kepadaNya. Maka, bila kita ingin memperoleh syafaat Rasul saw, cintailah beliau dengan tulus, teladani sifat dan pola hidupnya, pegang teguhlah prinsip yang dicontohkannya, lanjutkanlah misi kerisalahannya dan ta’atilah apa yang diperintahkan dan jauhilah segala yang dilarangnya. Bila semua itu kita lakukan, insyaAllah syafaat beliau akan kita raih


Dalam sebuah riwayat Rasululloh saw bersabda “Jaminlah enam perkara kepadaku, niscaya Aku jamin kalian tiket ke sorga, yaitu : Berkatalah yang benar jika kalian bicara, Tepatilah apabila kalian berjanji, Tunaikanlah apabila kalian diamanati, Jagalah kehormatan kalian, Tundukkanlah pandangan kalian dan Kendalikanlah tangan kalian” (Hr. Ahmad & Baihaqi)

Hadits diatas menegaskan enam perbuatan yang pelakunya mendapat jaminan dari Rasululloh saw berupa tiket gratis ke sorga, yakni :

Pertama, Berkata benar .

Lisan bagi manusia merupakan instrumen yang paling signifikan mendatangkan kebaikan, tetapi ampuh juga mendatangkan keburukan, sejarah membuktikan tidak sedikit terjadinya kerusakan dalam skala besar di masyarakat gara-gara perkataan lisan yang tidak benar.

Karena itu disebutkan “salamatul insan fi hifdzil lisan” (keselamatan manusia tergantung pada lisannya)”, bahkan keberimanan seseorang juga diukur oleh lisannya, sebagaimana sabda nabi saw “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata benar atau diam saja”.

Yang termasuk perkataan baik menurut alqur’an meliputi : (1) perkataan yang benar, jujur, lurus, tidak bohong serta tidak berbelit belit, Ini disebut Qowlan Syadiida (Qs. 4 : 9), (2), Perkataan yang penuh hikmah, tidak sia sia, fasih, dan efektif, ini disebut Qowlan Baliigha (Qs. 4: 63), (3). Perkataan yang pentas, santun
dan relevan ini disebut Qowlan Mansuura (Qs. 17: 28), (4), Perkataan yang mulia atau Qowlan Kariima (Qs. 17: 23), (5) Perkataan yang lemah lembut dan menyejukkan atau Qowlan Layyina (Qs. Thoha : 44) dan (6) yang termasuk perkataan baik adalah Qowlan Ma’ruufa (Qs. 4 : 5) yakni perkataan yang bagus, tepat pemilihan katanya sehingga mudah difahami.

Lisan menjadi sangat berbahaya dan berdampak sosial luas, ketika ia digunakan untuk berkata dusta, berkata kotor, memfitnah, mengadu domba, menyebar isu bohong, ghibah, menghasut dan memprofokasi. Ucapan semacam itu dapat menyakitkan perasaan seseorang, membuat orang lain tercemar nama baiknya dan jatuh martabatnya, maka yang demikian itu dosanya adalah lebih besar dari pembunuhan. Sebagaimana sabda Rasululloh saw “Fitnah itu adalah lebih kejam dari pembunuhan. Maka bagi yang mampu menjaga lisannya dan hanya menggunakannya pada hal yang baik, adalah tiket pertama menuju sorga.

Kedua, Menepati janji.

Dalam Islam, janji itu adalah hutang yang harus dipenuhi, karena itu alqur’an menegaskan ” Hai orang orang yang beriman, tepatilah janji janji itu, sesungguhnya janji itu akan ditanya “.

Dari segi orientasinya, janji manusia ada dua macam, pertama, janji kepada Allah dan kedua janji kepada sesama manusia. Janji kepada Allah kita ucapkan setiap kali kita melakukan sholat, yakni dalam iftitah “sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah” juga ketika membaca surat alfatihah “Ya Allah hanya kepadaMu aku menyembah dan minta pertolongan”. Maka seseorang yang masih menyembah dan minta pertolongan kepada selain Allah “dalam segala bentuknya” berarti ia telah mengingkari janjinya.

Padahal baik janji kepada Allah maupun janji kepada manusia wajib hukumnya dipenuhi, karenanya janganlah mudah berjanji kalau tidak mau ditepati, sebab hal tersebut akan dihitung sebagai hutang yang akan ditagih dikemudian hari.

Ketiga,
Menunaikan amanah

Dalam Qs. 4 : 58 Allah swt berfirman ” Sesungguhnya Allah menyuruh manusia menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”

Semua yang ada pada kita berupa apapun sejatinya merupakan amanat yang wajib ditunaikan sesuai kehendak Allah swt, Dalam sebuah hadits Rasululloh saw bersabda “Apabila amanah sudah disia-siakan (tidak ditunaikan kepada yang berhak menerimanya), maka tungguhlah saat kehancurannya”.

Oang yang berkhianat bila mendapat amanah oleh Islam disebut orang munafik, seperti ditegaskan Nabi saw “Tanda orang munafik itu ada tiga : apabila berbicara ia dusta, bila berjanji ia ingkar dan bila dipercaya ia hiyanat.”

Sebaliknya, orang orang yang menyampaikan amanah menurut alqur’an adalah sifat orang mu’min yang akan mewarisi sorga firdaus dan akan kekal didalamnya. Hal ini tergambar dalam (Qs. 23 : 8, 10 dan 11) Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi,(yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.

Keempat,
Menjaga kehormatan.

Menuruti dorongan nafsu seksual memang tidak akan ada puasnya, ibarat orang minum air laut, semakin banyak meminumnya, merekapun semakin haus. Apalagi di zaman ini, dimana peluang dan kesempatan begitu mudah didapat, bahkan terus ditawarkan secara terang terangan melalui pelbagai bacaan dan tontonan yang sifatnya umum sekalipun, oleh karenanya, dalam suasana yang demikian, upaya memelihara kehormatan bukanlah pekerjaan yang mudah, dibutuhkan iman yang kokoh, sekokoh karang ditengah badai gelombang yang terus menerjang.

Dalam riwayat yang lain hadits Nabi bersabda ” Barang siapa menjamin kepadaku memelihara apa yang ada diantara dua rahang (mulut) dan diantara dua kaki (kemaluan), maka saya menjamin baginya sorga “.

Kelima, Menundukkan pandangan

Pandangan manusia dapat menjadi sember kebaikan, tetapi juga dapat membawa pada malapetaka. Alqur’an menegaskan ” Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya….. (Qs. 24 : 30-31).

Dalam suasana dekadensi moral yang tingkat kerusakannya telah mencapai titik kritis, dimana publikasi adegan porno yang membangkitkan syahwat terus dipublikasikan secara gencar diberbagai media masa, seperti internet, TV, majalah, koran sampai HP, kiranya menahan pandangan telah menjadi tantangan yang sangat berat bagi kaum beriman.

Karena itu Nabi saw menganjurkan bagi para pemuda yang telah mempunyai kemampuan, untuk segera melangsungkan pernikahan, sebab dengan itu mereka dapat menjaga pandangan dan kemaluan dari hal-hal yang dilarang Allah. Dalam riwayat yang lain Rasul saw bersabda ” Terdapat tiga mata manusia yang nantinya tidak melihat api neraka, yakni mata yang terjaga di jalan Allah, mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang tidak mau melihat hal-hal yang diharamkan Allah” (Hr. Tabrani).

Keenam, Kendalikan tanganmu

Syarat terakhir orang yang akan diberikan tiket menuju sorga adalah mereka yang mampu mengendalikan tangan atau kekuasaannya dengan baik.

Yang disebut mengendalikan tangan dengan baik adalah tidak mengambil sesuatu yang dilarang Allah, misalnya mencuri, merampas hak orang lain, memukul atau menyakiti orang lain dan semacamnya, tidak meminta minta, juga tidak memegang seseorang yang tidak halal baginya.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Tabrani, disebutkan “ditikam dari besi adalah lebih baik daripada tangan yang menyentuh “bi sahwat” seseorang yang tidak halal baginya. Sedangkan mengendalikan kekuasaan dengan baik adalah tidak menggunakan kekuasaannya untuk mendholimi diri sendiri apalagi mendholimi orang lain.

Dalam sebuah hadits Rasululloh saw menegaskan terdapat empat macam perbuatan yang mengantarkan pelakunya memperoleh tiket ke sorga tanpa melalui proses hisab, yakni :

Pertama, Afsus Salam (Menyebarkan Salam)

Menyebar salam adalah memberikan manfaat keselamatan, kedamaian dan ketenteraman kepada seluruh mahluk di jagad makrokosmos ini. Itulah tugas utama sekaligus merupakan karakteristik dari kaum muslimin, karena itu Nabi saw menegaskan “tidak termasuk golonganku orang yang membuat tetangganya tidak tenang karena kejahatannya”. Dengan semangat rahmatan lil alamin, diharapkan terwujud komonitas masyarakat yang salamah dan saling menentramkan yang didalamnya sarat toleransi dan persaudaraan.

Guna mewujudkan semangat salam yang saling menentramkan, Islam mengajarkan kita beberapa hal, antara lain budayakan Islah dan tabayyun, hindarkan taskhirriyah, meremehkan atau memperolo-olakn orang lain., Jangan suka menghina orang lain, jauhkan diri dari sikap su-udhon atau buruk sangka, jangan suka mencari kesalahan orang lain dan jangan suka menggunjing orang lain atau ghibah.

Kedua, Wasilul Arham (Menyambung tali silatur rahiem)

Dalam sebuah Hadits disebutkan “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya menyambung tali silatur rahiem”. Pada kesempatan lain Rasululloh saw bersabda “Maukah kalian Aku tunjukkan hal hal yang menyebakan kalian diangkat derajatnya oleh Allah ? Na’am kata para sahabat, Nabi berkata ” Kau ma’lumi orang yang mengejek dan menentangmu karena ketidak tahuannya, anda maafkan orang-orang yang mendholimimu, Kau berikan rizqimu pada orang yang mengharamkan hartanya untukmu dan anda sambungkan tali persaudaraan dengan orang yang memutuskannya”.

Karena itu yang dimaksud dengan Silatur Rahiem bila mengacu pada hadits Nabi saw adalah “Laysal muwashil bil mukafi’ walakin al muwashil ‘an tashil man qatha’ak (Silatur rahiem itu bukanlah membalas kunjungan atau pemberian, tetapi menyambung apa yang terputus)

Kedudukan budaya silatur rahiem sangat urgen dalam kehidupan, karena akan mengantarkan kita pada tiga sikap utama, yakni akseptasi (kesediaan menerima keberadaan kelompok lain), apresiasi (menghargai keyakinan kelompok lain) dan ko eksistensi (kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dengan kelompok lain), tiga sikap ini pada gilirannya akan mengantarkan kita pada tahap kedewasaan diri yang dengan lapang dada menerima keanekaragaman sebagai sunnatullah.

Dengan budaya silatur rahiem, akan menyebar semangat kasih sayang antar sesama, dengan kasih sayang, kesenjangan, kecemburuan dan dengki akan diganti dengan sikap saling pengertian dan toleransi, dengan toleransi akan terbentuk persaudaraan yang kokoh, dan dengan persaudaraan yang kokoh akan terwujud kehidupan yang damai.

Ketiga, Ath’imut tho’am (Memberi makan orang yang lapar)

Dalam alqur’an amal yang paling sering disebut adalah memberi makan orang-orang miskin, salah satunya dalam surat al maa’uun “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”

Dalam sebuah riwayat disampaikan “Tuhan bertanya kepada Jibril as, Wahai Jibril seandainya Aku menciptakan anda sebagai seorang manusia, bagaimana cara anda beribadah kepadaku ? Jibril menjawab, aku akan menyembahmu dengan tiga cara. Pertama Aku akan beri minum orang yang kehausan, kedua aku akan menutupi kesalahan orang lain ketimbang akau membicarakannya, dan ketiga aku akan menolong meraka yang miskin”.

Riwayat diatas menegaskan bahwa syarat seseorang untuk dapat taqorrub dengan Allah adalah bila sebelumnya ia telah dekat dengan saudara saudaranya yang kekurangan. Dengan kata lain bila Allah menyuruh manusia mendekatkan diri kepadanya dengan mengisi masjid-masjid yang sunyi, maka Allah juga menyuruh manusia mendekatkan diri kepadanya dengan mengisi perut-perut yang kosong.

Selama ini ibadah kita hanya terbatas pada ibadah ritual saja, belum bergerak pada ibadah sosial, padahal posisi keduanya adalah sama. Betapa banyak diantara kita yang disibukkan dengan urusan ibadah mahdhah tetapi mengabaikan kemiskinan, kebodohan, kelaparan dan kesengsaraan hidup yang diderita saudara saudara mereka.

Tidak sedikit diantara kita dengan khusu’ bertahajjud berjam-jam diatas sajadah, sementara disekitar kita tak terhitung tubuh tubuh layu kelaparan dan kurang gizi, Betapa mudahnya jutaan rupiah kita habiskan untuk umroh, disaat ribuan saudara kita masih sangat sulit mencari sesuap nasi, ribuan anak putus sekolah karena tidak ada biaya, ribuan orang sakit menggelepar menunggu maut karena tak dapat membayar biaya berobat dan bahkan disaat ribuan saudara kita terpaksa melacurkan diri, atau bahkan menjual iman dan keyakinannya demi sesuap nasi untuk mempertahankan hidup.

Padahal Rasul saw sangat tegas mengatakan “barang siapa diantara kaum muslimin yang tidak memikirkan atau memperhatikan nasib kaum muslimin yang lain, maka mereka bukan termasuk golongan umat ku”. Dalam riwayat lain ditegaskan “Tidak beriman seseorang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara ia tahu bahwa ada tetangganya yang kelaparan”.

Keempat, Shollu billayli wannasu niyam (Solat malam ketika orang lain terlelap)

Diantara ciri orang taqwa adalah mereka yang sedikit tidur diwaktu malam dan menghabiskan malam-malamnya dengan bersujud, mengadukan nasibnya, bermohon, bermunajat, bertasbih, beristighfar dan mendekatkan diri kepada Allah swt dalam sholat guna menperoleh maqom mahmuda. Dalam sebuah riwayat disebutkan “Setiap malam Allah swt turun ke langit dunia dan berseru : Adakah hambaku yang minta ampun malam ini ?, Adakah hambaku yang bertaubat malam ini ?, Adakah hamba yang minta dipenuhi hajatnya malam ini ? Sehingga Aku penuhi semua permintaannya”.

Sholat dalam Islam bukan sekedar pengistrihatan mental dari segala kesibukan bendawi, tetapi lebih merupakan sarana efektif bagi upaya komonikasi, secara vis a vis antara makhluk dan sang kholik. Sholat adalah saat yang paling tepat untuh mencurahkan segalanya kepada Allah. Sebab menurut Hadits yang diriwayatkan Muslim “paling dekatnya hamba dengan kholiknya adalah ketika ia sujud (di waktu Sholat)”

Sholat adalah momentum yang amat strategis dimana relasi seorang mu’min diperbaharui dengan saluran rahasia yang menjadi sumber wujud dirinya, ketika seseorang memasuki kosmologi sholat sesungguhnya yang bersangkutan sedang berpisah dengan alam relatif dan fana menuju ke alam absolut dan baqa’, ketika seseorang mengangkat tangan (takbir) dalam sholat, saat itu sesungguhnya yang bersangkutan tengah meninggalkan planet ini, dia sedang mi’raj menghadap Allah Swt di sidratul muntaha, sebagaimana ditegaskan oleh sebuah hadits bahwa “Assolatu Mi’rajul Mu’minin “

Dalam sebuah riwayat disampaikan “Barang siapa yang memelihara sholat malam, Allah akan memelihara dia dari lima hal. 1) dihilangkan kesusahan dunianya, 2) diselamatkan dari siksa kubur. 3) seluruh amal kebaikannya akan diterima 4) Melewati siratol mustaqimn laksana kilat dan 5) akan dimasukkan ke sorga tanpa proses hisab”.

Bila empat hal diatas kita lakukan secara konsisten, maka tiket gratis menuju sorga akan kita kantongi, insyaAllah.


  • Kiat Sukses dalam Perjuangan

Keberhasilan perjuangan Rasululloh saw yang mengagumkan dalam melakukan pencerahan terhadap ummat disamping karena faktor kepribadian beliau yang memukau juga karena beliau menjadikan Akhlaq sebagai dasar, sumber, prinsip, acuan dan panglima dari perjuangan beliau., misalnya betapa beliau selalu membalas makian dengan doa keselamatan. Alqur’an melukiskan ” Sungguh Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin”.(Qs. 9 : 12 8)

Ketika Mekkah ditaklukkan oleh pasukan Nabi saw, kaum qurays jahiliyah ketakutan, mereka hawatir akan mendapatkan balas dendam atas perbuatan mereka yang dulu sangat kejam terhadap Nabi, tapi sungguh menakjubkan mereka semua mendapat pengampunan dan kebebasan dari beliau, sifat pemaaf dan sikap arif Nabi saw tidak saja dilakukan saat beliau punya kekuasaan, dalam kondisi lemahpun beliau tetap konsisten dengan kepribadiannya yang mulya tersebut.

Lihatlah ketika beliau dan pengikutnya masih sangat lemah, mereka dilempari kotoran unta dan bahkan hampir dibunuh, Tetapi beliau malah mengangkat tangan berdoa” Allahummaghfir qoumi fainnahum laya’lamun (Ya Allah ampunilah kaumku yang telah menyakitiku sebab mereka lakukan itu karena ketidak tahuan mereka).

Dalam Qs. 41 : 34 disebutkan “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah Telah menjadi teman yang sangat setia “

Dari gambaran singkat diatas, sangat jelas bahwa faktor signifikan keberhasilan perjuangan Nabi saw adalah karena beliau menjadikan akhlak sebagai landasan utama perjuangan beliau. Itulah sebabnya beliau bersabda :

“Tidaklah seharusnya orang yang menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar kecuali memiliki 3 sifat, yakni lemah lembut dalam berdakwah, mengerti apa yang harus dilarang dan adil terhadap apa yang harus dilarang”.

Maka bila kita ingin sukses dalam perjuangan, tidak ada jalan lain kecuali kita harus kembali pada misi utama risalah nabi saw, yakni mewujudkan terciptanya tatanan akhlak yang mulia, tidak ada penyelesaian problema umat tanpa penegakan kembali supremasi akhlak.

Saat inipun, salah satu faktor utama yang menyebabkan kemunduran Islam adalah rusaknya akhlak dikalangan kaum muslimin sendiri, dan disisi musuh-musuh Islam terus melakukan upaya imprealisasi budaya terhadap Islam dengan cara menghancurkan akhlaqnya. Para muda-mudi muslim diracuni dengan pola gaul bebas, pakaian mini, tripping dan pelbagai rekayasa penghancur akhlak lainnya, lalu terjadilah krisis akhlak yang berkepanjangan yang menyebabkan kondisi umat semakin terpuruk.

Salah satu bukti bahwa akhlaq dalam Islam menempati posisi yang sangat sentral ialah dijadikannya indikator akhlak sebagai alat ukur keimanan seseorang baik dalam alqur’an maupun dalam hadits Nabi. Misalnya dalam surat Al mu’minun, Allah swt menegaskan tanda tanda orang beriman antara lain adalah : yang khusu’ dalam sholatnya (yang dengan itu dapat mencegah perbuatan keji dan munkar), yang menajuhkan diri dari perbuatan dan perkataan tidak berguna, yang menunaikan zakat, yang menjaga kemaluannya dan yang menjaga amanah.

Dalam ayat diatas, keberimanan seseorang seluruhnya diukur oleh hal hal yang bersifat akhlaqi, termasuk sholat, sebab seseorang yang melakukan sholat dengan makna yang benarnya, akan efektif untuk merealisasikan tanha ‘anil fakhsya’i wal munkar, dimana dengannya, akan tercipta masyarakat yang damai, aman dan harmonis.

Bahkan ketika bercerita tentang Fir’un, Alqur’an melukiskannya sebagai simbol tiran yang berakhlak buruk, misalanya : berbuat sewenang wenang, poitik pecah belah, penindas, berbuat kerusakan dsb (Qs. 28 : 4), Juga kata kata kafir dalam alqur’an selalu digandeng dengan indikator akhlaq yang tidak terpuji, misalnya : tidak setia ( Qs. 31 : 32), penghianat (Qs. 22 : 38), pendusta (Qs. 39 : 3), kepala batu (Qs. 50 : 24), dan bermaksiat (Qs. 71 : 27).

Demikian juga dalam berbagai hadits Nabi saw, misalnya, thema keimanan yang dimulai dengan kata “Man kana yu’minu billahi wal yaumil akheri” (barang siapa beriman kepada Alllah dan hari akhir), selalu disusul dengan ciri ciri akhlaq, seperti menyambung tali silatur rahiem (fal yasil rahimah), memulyakan tetangganya (fal yukrim jarah), berbicara yang baik atau diam saja (fal yaqul khoiran au liyasmud), menghormati tamu (fal yukrim daifah) dsb.

Contoh lain adalah pada hadits yang menggunakan kata “la yu’minu ” (untuk menunjukkan ketidak beruimanan seseorang) adalah mereka yang berakhlak tercela, seperti : suka mengganggu tetanggganya, tidur kenyang sementara tetangganya kelaparan disampingnya, tidak memegang amanah, tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri, dsb.

Memperhatikan begitu strategisnya posisi akhlaq sebagai ujung tombak perjuangan, maka jika kita ingin sukses dalam perjuanagn guna kembali menempatkan kita sebagai ummat terbaik, kiranya tidak ada jalan lain kecuali kembali menjadikan akhlaq sebagai landasan dan fokus gerakan perjuangan sebagaimana dilakukan Rasululloh saw.


  • Kiat Memperoleh Kebahagiaan

Kebahagiaan merupakan dambaan setiap orang, karena itu seluruh aktivitas manusia, yang bekerja keras siang malam, yang memeras keringat banting tulang, bahkan yang sampai merantau ke negeri orang, ujung-ujungnya adalah dimaksudkan untuk memperoleh kehidupan yang bahagia.

Dalam pandangan Islam terdapat empat point yang dapat menjadi kunci bagi terbukanya pintu kebahagiaan, yakni :

Pertama, Memperbanyak mengingat dosa.

Pada hakekatnya kebahagiaan itu bersumber dari Allah dan berpusat dihati manusia. Hati yang bersih, bening, cerah, tenang dan stabil akan memperlancar aliran kebahagiaan dari sumber asalnya. Sementara perbuatan dosa yang dilakukan seseorang akan mengakibatkan hati yang bersangkutan menjadi kacau, kotor dan gelap, dan apabila dosa kian bertumpuk, hati bukan saja kotor tetapi akan berubah menjadi kotoran itu sendiri, sehingga sangat sulit mencapai kebahagiaan.

Disebutkan dalam sebuah hadits “Sesunguhnya orang mu’min apabila berbuat dosa terbentuklah noda-noda hitam dihatinya, bila dosa bertambah maka bertambah pula noda-noda hitam itu sehingga tertutuplah hatinya. Dan apabila dia bertaubat dan menghentikan perbuatannya serta memohon ampun kepada Allah, maka hati itu akan kembali mengkilap”. (Hr. Turmudi)

Maka seseorang yang selalu mengingat dosanya akan terdorong untuk terus berupaya bertaubat dan mohon ampun kepada Allah serta meneguhkan tekadnya untuk tidak mengulanginya kembali.

Ditegaskan dalam Alqur’an “Dan orang-orang yang apabila telah berbuat keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka…. dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, bagi mereka balasannya adalah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya. (Qs. 3 : 135 – 136)

Dengan demikian, bagi Islam, orang baik bukanlah orang yang tidak pernah berbuat salah atau dosa, tetapi yang secepatnya menyadari kesalahannya dan segera memohon ampun atau bertobat kepada Allah swt.

Kedua, Melupakan kebaikan yang telah dilakukan.

Seseorang yang melupakan kebaikannya akan membuatnya menyadari bahwa investasi akheratnya masih minim sehingga mendorongnya untuk terus beramal lebih giat lagi. Sebaliknya mereka yang selalu mengingat kebaikannya membuatnya merasa telah cukup beramal dan cepat puas sehingga kehilangan semangat untuk berbuat lebih banyak lagi.

Kecuali itu, seseorang yang merasa amalnya telah banyak menganggap dirinya telah layak menerima anugerah Allah, padahal sungguh, kendati seluruh hidupnya digunakan untuk berbuat baik kepada Allah, niscaya belum cukup membeli anugerah Allah swt. Apalagi amalnya memang sedikit dan masih banyak virusnya, seperti riya’ dan ujub, karena itu sungguh kita tidak bisa mengandalkan amal kita dihadapan Allah, yang dapat kita lakukan hanyalah mengharap kasih sayang dan ridloNya.

Dalam sebuah hadits disebutkan : Seorang masuk sorga bukan karena amalnya, tetapi karena kasih sayang (rahmat) Allah ta’ala. (Hr. Muslim). Karena itu Rasul saw selalu berdoa “Tuhanku, ampunanMu lebih aku harapkan dari amalku, kasihMu jauh lebih luas dari dosaku, jika dosaku besar disisiMu, ampunanMu jauh lebih besar dari dosa-dosaku. Jika aku tidak berhak untuk meraih kasihMu. KasihMulah yang pantas untuk mencapaiku, sebab kasih sayangMu meliputi segala sesuatu”.

Ketiga, Dalam soal agama mesti mengaca pada orang yang diatasnya.

Artinya untuk urusan agama dan kebaikan kita mesti memegang prisip bahwa bila orang lain mampu menguasai ilmu agama dan mampu beribadah sesuai ilmunya sehingga memperoleh derajat yang tinggi disisi Allah, kenapa kita tidak, toh kita semua telah dilengkapi oleh akal dan hati yang sama oleh Allah swt.

Dalam Islam, ilmu agama merupakan sesuatu yang penting dan terhormat, ia dianggap cahaya yang dapat menerangi kegelapan, mengingat begitu terhomatnya posisi ilmu agama bagi seseorang, maka Nabi saw menegaskan ”Kelebihan seorang alim (ahli ilmu) atas seorang ‘abid (ahli ibadah) ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang ” (Hr. Abu daud). Bahkan orang yang merintis “saja” jalan mencari ilmu agama oleh Allah akan dimudahkan buatnya jalan ke sorga.

Keempat, Dalam soal dunia mesti mengaca pada orang yang dibawahnya.

Bila dalam soal agama kita mesti mengaca dan mengacu pada orang yang diatasnya sehingga termotivasi untuk berlomba dalam kebaikan, maka dalam soal dunia, mengacanya bukan pada orang yang diatasnya tetapi pada orang yang berada dibawahnya.

Hal ini dimaksudkan untuk soal dunia kita belajar menjadi orang yang pandai bersyukur, sebab di dunia ini masih banyak orang lain yang nasibnya jauh lebih sengsara dari kita, karena itu betapapun keadaan kita saat ini mesti disyukuri, bila kebetulan kita hanya punya motor, maka syukurilah, karena masih banyak orang lain yang kemana-mana hanya dengan berjalan kaki. Bila kebetulan kita tidak punya apa-apa tetapi masih mampu berjalan kaki, maka syukurilah, karena tidak sedikit orang lain yang berjalan saja tidak mampu karena dikeroyok penyakit yang tak kunjung sembuh, begitulah seterusnya.

Selain itu sikap diatas akan mengantarkan kita belajar menjadi qona’ah, yakni ridlo dengan apapun yang telah menjadi keputusan Allah atas diri kita. Orang qona’ah hidupnya sangat tenang dan damai, sebab dirinya tidak mau diperbudak oleh berbagai macam keinginginan atas dasar keserakahan, ia tidak mau tergiur mengejar mati-matian sesuatu yang tidak bisa dibawa mati.

Dalam Alqur’an disebutkan ” Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar (Qs. 9 : 100)

Demikianlah empat kiat yang dapat menjadi kunci bagi terbukanya pintu kebahagiaan.


Tidak ada komentar: